VIVAnews - Perusahaan asal Afrika Selatan, South Africa Coal, Oil,  and Gas Corporation (Sasol) diperkirakan batal berinvestasi sekitar  US$10 miliar atau setara Rp90 triliun di Indonesia. Kemungkinan batalnya  Sasol itu disebabkan oleh tidak adanya pasokan batu bara yang mencukupi  dari PT Bukit Asam Tbk.
"Sasol sepertinya sulit (berinvestasi), karena Bukit Asam tidak  sanggup mencukupi kebutuhan batu bara yang diperlukan," kata Kepala  Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Gita Wirjawan, di kantornya,  Jakarta, Kamis 4 November 2010.
Seperti diberitakan, Bukit Asam menyatakan hanya mampu memasok  kebutuhan Sasol sebanyak 500 juta ton. Sementara itu, kebutuhan Sasol  mencapai dua miliar ton guna proyek pencairan batu bara senilai US$2  miliar.
Proyek senilai US$10 miliar itu awalnya akan ditempatkan Sasol untuk  pengembangan fasilitas coal to liquid di Indonesia. Teknologi coal to  liquid itu menggunakan batu bara jenis lignite dengan kadar rendah dan  sulit diekspor.
Mengenai kemungkinan membentuk konsorsium untuk memenuhi kebutuhan  Sasol tersebut, Gita mengatakan, "Itu harus ditanya kepada direksi Bukit  Asam."
Beberapa waktu lalu, Direktur Utama Bukit Asam, Sukrisno, menyatakan  pilihan konsorsium dimungkinkan untuk proyek Sasol tersebut. "Hanya,  ada beberapa persyaratan dari Sasol yang harus dipenuhi," kata dia.
Syarat tersebut seperti suplai batu bara harus berada dalam satu  area dengan proyek yang dijalankan. "Ini agak susah, karena tidak ada  kuasa pertambangan (KP) di Indonesia yang memiliki cadangan sebanyak  itu," ujar dia.
Sasol merupakan penghasil bahan bakar sintetis berbasis batu bara di  London, Inggris, dengan kapasitas operasi setara 160 ribu barel per  hari
Kamis, 04 November 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)







.png)
.png)











































0 komentar:
Posting Komentar